Template by:
Free Blog Templates

Monday, December 9, 2013

ANAK INGUSAN JUGA BISA MENJADI PEMIMPIN


Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu penekno kanggo basuh dodotira

Sudah lebih dari empat tahun aku lepas dari jabatan sebagai Ketua IRM (OSIS) di SMA dulu, ku pikir aku terlepas dari tugas yang aku emban sebagai pemimpin waktu itu, ternyata perkiraanku salah besar. Empat tahun berlalu dari jabatan yang kadang membuat otakku berfikir keras, bukan membuatku semakin tenang.

Hidupku semakin berjalan entah itu berjalan maju atau mungkin sebaliknya, tapi aku hanya mencoba menikmati saja, mengalir seperti air yang mengalir dari kediaman tertinggi menuju dasar dari sebuah kehidupan, kondisi yang lambat laun menyesuaikanku dengan penduduk sekitar desa membuatku dipercaya untuk menghandle beberapa acara, bayangkan saja bulan ini aku dipusingkan dengan berbagai macam program dan salah satunya adalah Pendakian Gunung tertinggi jawa yang bakal dilakukan oleh anak-anak muda dari Desa Bulu pada 28 Desember 2013 nanti, kadang aku berfikir perasaan aku sudah tak menjabat sebagai ketua IRM lagi, aku juga bukan seorang Mahasiswa, aku bukan seorang doctor, professor, insinyur atau juga bukan seorang anak pejabat, aku hanya seorang anak ingusan lulusan dari sekolah-sekolah yang mungkin tak di kenal oleh Gubernur apalagi Presiden, bahkan aku sendiri tak tau harus ku tuliskan apa tentang SMA ku dalam daftar riwayat hidup, dimana waktu itu masih mengalami persamaan dengan SMA lain.

Sempat aku mengadu dengan salah seorang kawan yang lebih tua yang menurutku lebih cerdas dari aku tapi dengan bahasa yang sedikit intelektual dia mengatakan “kamu punya Integritas dimata mereka dan menurutku kamu salah satu orang yang penuh inspirasi”. Aku hanya terdiam mendengar kata-kata kawanku itu.

Tapi otakku seakan terbuka, seakan mendapat pencerahan tatkala ada sebuah lantunan tafsir lagu Lir ilir yang di lantunkan oleh seorang budayawan Emha Ainun Najib, tepatnya pada lirik  Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu penekno kanggo basuh dodtira, dalam lirik tersebut tidak disebutkan presiden atau konglomerat atau orang-orang hebat lainnya untuk memanjat Blimbing, tapi cah angon, tentu saja boleh seorang presiden, pejabat, konglomerat juga anak ingusan tapi yang paling terpenting dia harus memiliki daya angon, daya menggembala, daya merangkul semua pihak tanpa memilih dan membeda-bedakan agar buah yang berkikir lima (blimbing) itu bisa tercapai dan lima poin, lima rukun, lima peraturan itu bisa tercipta.

Setelah mendengar lantunan lagu tersebut keyakinanku semakin menguat ketika salah seorang kawanku mengatakan “Pemimpin yang baik adalah rakyat yang baik, dan harusnya kepelatihan kepemimpinan itu tak perlu tapi yang perlu adalah kepelatihan untuk menjadi rakyat yang baik”

Merenungi sedikit tentang ucapan kawanku itu aku teringat kata-kata Nabi Muhammad yang mengatakan “Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.”, berarti tanpa kepelatihan kepemimpinanpun manusia tetap akan jadi seorang pemimpin, dan Nabipun tak pernah berkata bahwa yang berhak jadi pemimpin adalah seorang Doktor, presiden, jendral, maupun orang kaya tapi yang berhak adalah saya, kamu, anda, mereka dan semua manusia. Hisyam Noer, 10 Desember 2013

Sunday, December 1, 2013

Teknologi yang Membodohkan


oleh: Hisyam Noer
Sudah empat tahun saya tak sekolah. Banyak saran yang menyuruh saya untuk lanjut sekolah, tapi saya sudah malas. Dunia tanpa sekolah, mungkin itu yang terjadi pada diri saya saat ini. M. Izza Aksin, pengarang buku Dunia Tanpa Sekolah, setidaknya, sedikit banyak mempengaruhiku. Saya diperkenalkan kawanku dengan M. Izza Aksin setahun yang lalu. M. Izza telah berhasil mengajariku bagaimana mendapatkan pendidikan tanpa bersekolah.
Selain M. Izza Aksin, perkembangan teknologi juga berpengaruh besar dalam proses belajarku. Apalagi hampir setiap waktu saya habiskan di depan komputer dan jaringan internet. Teknologi yang semakin berkembang membuat proses belajar semakin mudah buatku, tapi tidak buat sebagian besar anak-anak sekolah sekarang, khususnya di desa tempat saya tinggal ini.
Internet yang mulai dikenal oleh masyarakat luas, termasuk penduduk Desa Bulu, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, khususnya oleh anak-anak sekolah, bagiku itu suatu pembodohan. Bagaimana tidak, sebagian besar anak sekolah menggantungkan pendidikannya lewat internet terutama tugas-tugas yang telah diberikan oleh pembimbingnya. Mereka hanya menggunakan metode copy paste di internet untuk menyelesaikan tugas mereka.
Pernah suatu saat ada seorang anak sekolah datang ke saya sambil menyodorkan buku dia mengatakan, “Mas tolong saya carikan resensi buku ini." Dengan santai saya jawab, “Bukankah resensinya sudah ada dalam buku itu sendiri?” Dan anak sekolah itu menjawab, “Iya tapi malas aku menulisnya, copy paste dari internet saja mas.” Inilah salah satu bukti metode instans menjadi suatu pembodohan yang terjadi di Indonesia.
Bukan hanya anak sekolah saja yang mengalami pembodohan demikian, tapi juga guru. Pernah ada sebuah peristiwa seorang pelajar datang ke warnet tempat saya kerja meminta saya untuk dicarikan sejarah Gajah Mada termasuk lahir dan wafatnya. Sebelum saya carikan sempat saya tanya, “Kira-kira terciptanya google dan lahirnya Gajah Mada duluan mana?” Anak sekolah itu pun menjawab, “Duluan Gajah Mada, mas.” Dan kembali saya tanya, “Kira-kira ada nggak di google lahirnya Gajah Mada?” Dan dia jawab, “Gak ada mas.” “Sudah tahu nggak ada kenapa masih saja suruh nyari di google.” “Guru saya menyuruh begitu.” “Aduh…dengarkan ya, tak semua yang ingin di cari ada di internet”.
Dari beberapa kejadian tersebut saya hanya bisa menyimpulkan, internet bukan segalanya, tak semua yang kita cari bakal ada di internet. Internet hanya pelengkap buku-buku yang ada di dunia ini. Bahkan internet masih kalah lengkap dengan buku dan jangan terlalu terlena dengan metode instan. Jangan cepat puas dan selalu ingin tahu.