Template by:
Free Blog Templates

Tuesday, July 23, 2013

TUMAKNINAH JILID 2



Bulan Puasa Tahun 1434 H ini tampak lain, terutama aktifitas Omen yang terlihat lebih amburadul daripada Bulan Ramadhan tahun lalu, bagaimana tidak Omen malah makin sering rembes, Ora tau adus, padahal aktifitasnya Cuma itu-itu saja.

Dari pagi sampai sore selalu nongkrongin komputer, habis itju klayapan sambil nunggu buka puasa, ketika magrib datang dia hanya ambil air wudhu kemudian sholat magrib, itupun belum mandi seharian. Kumandang adzan Isya’ baru dia berangkat ke kamar mandi.

“He Men, ayo sholat taraweh?” kata Gemblung yang kebetulan lewat depan rumah Omen
“Oke tapi kamu tunggu aku mandi dulu ya” kata Omen
“Heh…. Kamu belum mandi toh?? Nunggu kamu mandi sama dengan ngajak aku gak sholat”
“Kok Bisa?”
“Lo iya, la wong mandimu iku koyok kodok seng ngerti banyu, ora mentas-mentas”
Oalah… bejajil siji iki ono ae, ya sudah kalau begitu, selesai sholat mampir kesini ya, kita ngobrol”
Gemblung berangkat Sholat sementara Omen berangkat mandi dan sekitar se jam kemudian mereka berkumpul kembali di rumah Omen.
“Eh Mblong sholatmu lama banget?” Tanya Omen
“Wah Imamnya orang arab, kita baru sholat Taraweh eh tetangga sebelah sudah selesai” kata Gemblung
“Beneran?”
“Kamu tau Saprol kan, anaknya Bapak Darsu yang akan pergi ke Arab?”
“Oh dia yang jadi imam?”
“Iya, lama banget kayak orang di hukum waktu upacara bendera saja”
“Kok bisa Blung?”
“Pokoknya temponya lama banget, katanya sih Tumakninah, bener ya Men, itu yang dinamakan Tumakninah?”
“Wah bahas Tumakninah lagi”
“Yes No What What, Yo gak opo opo, Tumakninah jilid 2”
Koyok pariane SeBeYe ae, pakai jilid dua segala”
“Gimana masalah Tumakninah?”
“Di Indonesia daerah jawa timur khususnya di desa kita ini sulit kalau kamu mau sholat secara Tumakninah”
“Kok bisa?”
“Kalau menurut saya ada tiga masternya ilmu-ilmu yang ada di dunia ini, pertama istiqomah, kedua Syukur dan yang ke tiga ini Tumakninah, jadi Tumakninah itu tingkatan paling tinggi dan tumakninah itu ada beberpa versi yang berbeda-beda di tiap-tiap manusia, contohnya Mas Saprol, dia tipe orang yang betah kalau disuruh sholat dengan tempo lama, sementara kamu berada di versi sebaliknya, tapi mas Saprol gak cocok kalau dijadikan imam di desa kita, niatnya ingin mengajak kita menuju jalur surga tapi hasilnya dia malah menjegal kita untuk masuk surga” jelas Omen
“Loh kok bisa gitu?”
“Seperti yang kamu bilang tadi, kamu mengerti tetangga sebelah sudah selesai taraweh sedangkan keadaan kamu masih sholat taraweh, artinya konsentrasi sholat taraweh kamu sudah buyar, itu baru perasaanmu, terus perasaan jama’ah yang lain yang tak suka dengan gaya sholat tempo lama pasti berbeda, mungkin hati mereka grundel ketika sholat tak menutup kemungkinan juga ada yang misuh ketika sholat, contohnya seperti ini, kita sholat baru nyampai di.. Waladdollin…. Amin….., sementara kita mendengar masjid lain sudah selesai, mungkin ada yang mengatakan Jancuk or rampung-rampung, Terus kalau tempo terlalu cepat juga gak pas, mungkin orang-orang tua akan mengatakan pateni ae cung aku timbang mbok kon sholat model ngeneki, Tempo yang terlalu lama dan tempo yang terlalu cepat itu juga bisa memangkas jama’ah masjid dari hari ke hari, lama kelamaan jama’ah masjid pasti makin berkurang, jadi untuk di desa kita ini lebih baik pakai tempo yang sedang saja” Kata Omen lagi
“Itu baru kendala di bagian Imam dan masjid, masak satu Desa masjidnya lebih dari tiga, berdekatan lagi, tiap hari saingan adzan, saingan pidato, sana pidato sini adzan, sampai saya kadang sempat bingung ketika sholat jum’at, mau saya jawab adzan tapi ada orang kotbah, mau dengarkan kotbah tapi ada adzan menggelegar kok gak di jawab, terus kendala yang lain kendaraan dengan suara-suara keras mereka berlalu lalang, gak peduli ada orang sholat atau tidak, wang… weng.. wang.. weng.., tapi yang lebih parah adalah maraknya petasan, eh ada orang sholat tiba-tiba diluar anak-anak bermain petasan bikin orang jantungan saja, pokoknya susah mau sholat tumakninah di desa ini” tambah Omen lagi
“Tengah malam dong” bantah Gemblung
“Tetap gak bisa, jam 12 malam  sampai jam 3 anak-anak sudah berlalu lalang main tongklek dan petasan, belum lagi anak-anak yang jagongan di tiap pinggiran jalan sambil main gaplek sambil nunggu sahur”
“Terus bagaimana dong?” Tanya Gemblung
“Istiqomah saja, lakuin apa yang kamu bisa, apa yang kamu mampu, mau niru jaman Nabi susah disini, Nabi di daerahnya mungkin Cuma ada satu masjid, ada lagi mungkin juga jauh, kendaraan juga paling unta atau keledai jadi tak terlalu berisik, petasan juga tak ada, coba bayangkan kalau jaman nabi ada kendaraan kayak sekarang juga ada petasan, bisa jadi Umar bin Khatab mainanya petasan sambil trak-trakan ketika belum masuk islam, dan nabi gak akan tenang ketika sholat, bisa-bisa dilempari petasan terus” Kata Omen
“Hahaha… ada saja kamu” sahut Gemblung
“Makanya Istiqomah dulu tapi di imbangi dengan syukur, kalau gak di imbangi bisa mbedugal  kamu, kalau itu sudah bisa kamu kuasai pasti nanti bisa Tumakninah” kata Omen
Iyo mbedugal koyok raimu… haahaha” sahut Gemblung
“Asem ki” Omen […]